Dulu tidak pernah terbayangkan orangtua bisa memilih jenis kelamin anak yang dikandungnya? Kini dengan teknik genetik memungkinkan orangtua memilih jenis kelamin anak-anaknya dengan teknik lebih akurat daripada sebelumnya.
Suatu teknik yang disebut dengan pra-implantasi genetik diagnosis (pre-implantation genetic diagnosis/PGD) pada awalnya dikembangkan selama dua dekade lalu untuk menentukan apakah embrio yang dikandung memiliki penyakit genetik. Hal ini memungkinkan bagi orangtua yang melakukan fertilisasi in vitro (bayi tabung) yaitu sel telur dibuahi di luar rahim.
Dengan menggunakan teknik PGD, embrio tersebut akan diuji untuk melihat adanya kelainan genetik atau tidak dan hanya yang terbebas dari penyakit saja yang akan ditransfer ke rahim ibunya. Ini berarti orangtua yang membawa cacat genetis dapat dipastikan tidak lulus dalam tes ini. Tapi teknik ini juga memungkinkan orang untuk memilih jenis kelamin embrio yang ditanamkan dalam rahim ibunya.
Sampai saat ini teknik PGD baru dilegalkan di AS saja, sementara beberapa negara lain justru melarangnya. Di Amerika sendiri untuk bisa melakukan prosedur ini dikenai biaya sekitar US$ 18.000 (Rp 180 juta dengan kurs 10.000/US$) dan sudah termasuk fertilisasi in vitro.
“Kebanyakan klien kami yang dari Amerika sudah memiliki satu anak dan berusaha untuk mencapai adanya keseimbangan keluarga, sedangkan hampir 70 persen pasien saya berasal dari negara-negara yang melarang teknik ini,” ujar Dr Jeffrey Steinberg seorang ahli kesuburan dari Los Angeles, seperti dikutip dari CNN, Kamis (10/12/2009).
Namun, bukan berarti teknik ini bebas dari kontroversi. Karena banyak juga kritikus yang berpendapat hal ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan gender, terutama dalam masyarakat tradisional yang punya kecenderungan untuk memiliki anak laki-laki.
“Seperti China sangat mendukung anak laki-laki begitupun dengan India. Tapi ketika Anda melihat dunia pada umumnya, rasio itu masih 50:50,” ujar Dr Mark Hughes, pelopor PGD. Lebih lanjut Mark lebih memiliki keprihatinan terhadap berbagai keperluan lain yang non-medis.
Meskipun teknologi ini sudah tersebar luas, tapi tetap saja hal ini menimbulkan kontroversi bagi beberapa kalangan. Sebagian merasa teknik ini seperti mempermainkan Tuhan sementara yang lainnya justru menyambut baik teknik ini agar memiliki lebih banyak pilihan dalam merencanakan keluarganya.