Teknik PGD Aman Dilakukan





Teknik menanam embrio tunggal (pre-implantation genetic diagnosis (PGD) pada kehamilan tunggal selama ini diduga lebih berisiko dibanding teknik bayi tabung (IVF).

Namun peneliti Belgia menemukan risiko kematin anak yang dilahirkan melalui teknik PGD sama dengan risiko pada kelahiran melalui IVF.

Kekhawatiran bahwa teknik penyaringan PGD teknik, yang menghapus beberapa sel-sel embrio pada tahap awal dapat menyebabkan masalah, ternyata tidak terbukti.

Peneliti dari Belgia menganalisis 581 anak-anak yang lahir di salah satu pusat kota Belgia selama lebih dari 13 tahun. Anak-anak tersebut dalam proses kehamilannya menggunakan teknik PGD.

Didapatkan tingkat cacat lahir dan kematian hampir sama antara anak yang lahir dengan teknik PGD ataupun menggunakan teknik IVF (bayi tabung).

Peneliti mengungkapkan dalam Journal Human Reproduction, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam tingkat cacat lahir jika membandingkan 2.889 anak yang lahir menggunakan IVF tapi tidak melakukan pemeriksaan PGD.

Secara total sebanyak 2,13 persen anak yang lahir dari PGD mengalami cacat lahir dibandingkan dengan 3,38 persen anak dengan teknik IVF, serta tingkat kematian antara kedua kelompok sama besar yaitu lebih dari 1 persen pada kehamilan tunggal.

Tapi pada kehamilan kembar terdapat perbedaan yang signifikan, pada kelompok PGD sebesar 11,73 persen sedangkan kelompok yang tidak hanya 2,54 persen.

"Saat ini kita tidak memiliki penjelasan mengapa angka kematian perinatal untuk beberapa kehamilan harus jauh lebih tinggi pada anak-anak PGD. Karenanya kita harus hati-hati dalam menarik kesimpulan," ujar Profesor Inge Liebaers, kepala pusat genetika medis di University Hospital Brussels, seperti dikutip dari BBC, Selasa (22/12/2009).

"Jika dilakukan oleh orang yang berpengalaman, maka penghapusan satu atau lebih blastomer tidak akan mengakibatkan peningkatan cacat lahir. Apapun kontroversi mengenai efisiensi PGD dalam meningkatkan angka kehamilan, pasien tetap harus diberitahu bahwa PGD adalah proses yang aman," ujar Profesor Joe Leigh Simpson dari Florida International University.


Artikel Terkait